Kecanggihan teknologi komputer memberikan
kemudahan-kemudahan, terutama dalam membantu pekerjaan manusia. Perkembangan
teknologi komputer menyebabkan munculnya jenis kejahatan-kejahatan baru, yaitu
dengan memanfaatkan komputer sebagai modus operandi. Penyalahgunaan komputer
dalam perkembangannya menimbulkan permasalahan yang sangat rumit, diantaranya
proses pembuktian atas suatu tindak pidana faktor yuridis). Terlebih lagi
penggunaan komputer untuk tindak pidana ini memiliki karakter tersendiri atau berbeda
dengan tindak pidana yang dilakukan tanpa menggunakan komputer. Perbuatan atau
tindakan, pelaku, alat bukti dalam tindak pidana biasa dapat dengan mudah
diidentifikasi namun tidak demikian halnya untuk kejahatan yang dilakukan
dengan menggunakan komputer.
Banyaknya penyedia internet dan semakin
terjangkaunya biaya akses internet membuat semakin banyak orang mulai mengenal
internet dan menggunakannya. Hal tersebut membuat para pencuri melakukan aksi
carding dengan memanfaatkan kesadaran masyarakat dalam hal ini pengguna kartu
kredit yang masih kurang mengerti akan dampak negatif dari internet serta ke
tidak sempurnaan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal tersebut.
Sebagaimana lazimnya pembaharuan teknologi, internet
selain memberi manfaat juga menimbulkan ekses negatif dengan terbukanya peluang
penyalahgunaan teknologi tersebut. Hal itu terjadi pula untuk data dan
informasi yang dikerjakan secara elektronik. Dalam jaringan komputer seperti
internet, masalah kriminalitas menjadi semakin kompleks karena ruang lingkupnya
yang luas. Kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu
tindak pidana yang berkaitan dengan cyberspace, baik yang menyerang fasilitas
umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi. Salah satu versi jenis kejahatan
di internet yaitu carding,yang termasuk dalam motif kriminal yang
berpotensi menimbulkan kerugian bahkan perang informasi.
Pengertian
Carding
Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu
kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data
di internet. Sebutan pelakunya adalah Carder. Sebutan lain untuk kejahatan
jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya. Menurut riset Clear
Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas – AS ,
Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20
persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding.
Akibatnya, banyak situs belanja online yang memblokir IP atau internet protocol
(alamat komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita belanja online, formulir
pembelian online shop tidak mencantumkan nama negara Indonesia. Artinya
konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di situs itu.
Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia
internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan
melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya para carder menawarkan
barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga murah di channel.
Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada yang berminat, carder
meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak
pernah dikirimkan.
Ruang
Lingkup
Kejahatn carding mempunyai dua ruang lingkup, nasional dan
transnasional. Secara nasional adalah pelaku carding melakukannya dalam lingkup
satu negara. Transnasional adalah pelaku carding melakukkannya melewati batas
negara.
Berdasarkan karakteristik perbedaan tersebut untuk penegakan
hukumnya tidak bisa dilakukan secara tradisional, sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan hukum tersendiri.
Sifat
Kejahatan
Sifat
carding secara umum adalah non-violence kekacauan yang ditimbulkan
tiadak terliahat secara langsung, tapi dampak yang di timbulkan bisa sangat
besar. Karena carding merupakan salah satu dari kejahatan cybercrime
berdasarkan aktivitasnya. Salah satu contohnya dapat menggunakan no rekening
orang lain untuk belanja secara online demi memperkaya diri sendiri. Yang
sebelumnya tentu pelaku (carder) sudahmencuri no rekening dari korban.
Pihak
Pihak yang Terkait Dalam Carding
Pihak
yang terkait dalam pelaku carding antara lain:
1.
Carder
Carder
adalah pelaku dari carding, Carder menggunakan e-mail, banner atau pop-up
window untuk menipu netter ke suatu situs web palsu, dimana netter diminta
untuk memberikan informasi pribadinya. Teknik umum yang sering digunakan oleh
para carder dalam aksi pencurian adalah membuat situs atau e-mail palsu atau
disebut juga phising dengan tujuan memperoleh informasi nasabah seperti nomor
rekening, PIN (Personal Identification Number), atau password. Pelaku kemudian
melakukan konfigurasi PIN atau password setelah memperoleh informasi dari
nasabah, sehingga dapat mengambil dana dari nasabah tersebut.
Target
carder yaitu pengguna layanan internet banking atau situs-situs iklan, jejaring
sosial, online shopping dan sejenisnya yang ceroboh dan tidak teliti dalam
melakukan transaksi secara online melalui situs internet. Carder mengirimkan
sejumlah email ke target sasaran dengan tujuan untuk meng up-date atau mengubah
user ID dan PIN nasabah melalui internet. E-mail tersebut terlihat seperti
dikirim dari pihak resmi, sehingga nasabah seringkali tidak menyadari kalau
sebenarnya sedang ditipu.
Pelaku
carding mempergunakan fasilitas internet dalam mengembangkan teknologi
informasi tersebut dengan tujuan yaitu menimbulkan rusaknya lalulintas
mayantara (cyberspace) demi terwujudnya tujuan tertentu antara lain keuntungan pelaku
dengan merugikan orang lain disamping yang membuat, atau pun menerima informasi
tersebut.
2.
Netter
Netter
adalah pengguna internet, dalam hal ini adalah penerima email (nasabah sebuah
bank) yang dikirimkan oleh para carder.
3.
Cracker
Cracker
adalah sebutan untuk orang yang mencari kelemahan sistem dan memasukinya untuk
kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari sistem yang dimasuki seperti
pencurian data, penghapusan, penipuan, dan banyak yang lainnya.
4.
Bank
Bank
adalah badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak37. Bank juga
merupakan pihak yang menerbitkan kartu kredit/debit, dan sebagai pihak
penyelenggara mengenai transaksi online, ecommerce, internet banking, dan
lain-lain.
MODUS
KEJAHATAN CARDING
Berdasarkan hasil riset dari Clear Commerce Inc,
sebuah perusahaan teknologi informasi (TI) yang berbasis di Texas, AS, pada
tahun 2005, Indonesia berada pada posisi ke-2 teratas sebagai negara asal
carder terbanyak di dunia1, setelah Ukraina. Hal ini menimbulkan preseden
buruk bagi para produsen maupun distributor barang-barang yang diperjual
belikan melalui internet. Sehingga banyak diantara mereka yang tidak
mau mengirimkan barang pesanan di internet dengan alamat tujuan
Indonesia.Namun hal ini tidak membuat carder kehilangan ide. Ini terbukti
dengan pergeseran modus operandi yang dilakukan para carder dalam
melakukan carding. Berikut ini beberapa modus operandi yang dilakukan oleh
Carder.
(a). Modus I : 1996 - 1998, para carder mengirimkan
barang hasil carding mereka langsung ke suatu alamat di Indonesia.
(b). Modus II : 1998 - 2000, para carder tidak lagi secara langsung menuliskan Indonesia” pada alamat pengiriman, tetapi menuliskan nama negara lain. Kantor pos negara lain tersebut akan meneruskan kiriman yang “salah tujuan” tersebut ke Indonesia.Hal ini dilakukan oleh para carder karena semakin banyak merchant di Internet yang menolak mengirim produknya ke Indonesia.
(c). Modus III : 2000 - 2002, para carder mengirimkan paket pesanan mereka ke rekan mereka yang berada di luar negeri. Kemudian rekan mereka tersebut akan mengirimkan kembali paket pesanan tersebut ke Indonesia secara normal dan legal.Hal ini dilakukan oleh carder selain karena modus operandi mereka mulai tercium oleh aparat penegak hukum, juga disebabkan semakin sulit mencari merchant yang bisa mengirim produknya ke Indonesia.
(d). Modus IV : 2002 - sekarang, para carder lebih mengutamakan mendapatkan uang tunai. Caranya adalah dengan mentransfer sejumlah dana dari kartu kredit bajakan ke sebuah rekening di PayPal.com. Kemudian dari PayPal, dana yang telah terkumpul tersebut mereka kirimkan ke rekening bank yang mereka tunjuk2.
Modus
Operandi
Ada
beberapa tahapan yang umumnya dilakukan para carder dalam melakukan aksi
kejahatannya:
1.
Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara
lain: phising (membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca),
hacking, sniffing, keylogging, worm, chatting dengan merayu dan tanpa sadar
memberikan nomor kartu kredit secara sukarela, berbagi informasi antara carder,
mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor-nomor kartu kredit buat
carding dan lain-lain yang pada intinya adalah untuk memperolah nomor kartu
kredit.
2.
Mengunjungi situs-situs online yang banyak tersedia di internet seperti Ebay,
Amazon untuk kemudian carder mencoba-coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui
apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya mencukupi.
3.
Melakukan transaksi secara online untuk membeli barang seolah-olah carder
adalah pemilik asli dari kartu tersebut.
4.
Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa
Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet di bawah 10 %, namun
menurut survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat keenam dunia dan
keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga akhirnya
Indonesia di-blacklist oleh banyak situs-situs online sebagai negara tujuan
pengiriman. Oleh karena itu, para carder asal Indonesia yang banyak tersebar di
Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di Singapura atau
Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara tersebut mereka sudah mempunyai
rekanan.
5.
Pengambilan barang oleh carder.
Undang
Undang yang Mengatur Carding
Saat
ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai
Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum
disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya
yang ada kaitannya dengan cyber crime. Dalam menangani kasus carding para
Penyidik (khususnya Polri) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap
pasal-pasal yang ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada
Cybercrime. Sebelum lahirnya UU No.11 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronika (ITE), maka mau tidak mau Polri harus menggunakan pasal-pasal di
dalam KUHP seperti pasal pencurian, pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat
para carder, dan ini jelas menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya
karena mengingat karakteristik dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan di
atas yang terjadi secara nonfisik dan lintas negara.
Di
Indonesia, carding dikategorikan sebagai kejahatan pencurian, yang dimana
pengertian Pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam
pasal 362 KHUP yaitu: "Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya
atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
denda paling banyak sembilan ratus rupiah". Untuk menangani kasus
carding diterapkan Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana
pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik
karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card
generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah
dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin
mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang
yang melakukan transaksi.
Kemudian
setelah lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat dengan menggunakan
pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu
langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke
situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem
pengamannya dan mencuri nomor-nomor kartu tersebut.
Bunyi
pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut
UU ITE berupa illegal access:
Pasal
31 ayat 1: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau
dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara
tertentu milik orang lain."
Pasal
31 ayat 2: "Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang
tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan atau sistem
elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan,
penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik yang ditransmisikan.”.
Jadi
sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi dengan regulasi lama
yaitu pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU ITE.
Penanggulangan kasus carding memerlukan regulasi yang khusus mengatur tentang
kejahatan carding agar kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan bahkan tidak
ada lagi. Tetapi selain regulasi khusus juga harus didukung dengan pengamanan
sistem baik software maupun hardware, guidelines untuk pembuat kebijakan yang
berhubungan dengan computer-related crime dan dukungan dari lembaga khusus.
CONTOH
KASUS KEJAHATAN CARDING
Kasus 1 :
Kasus Carding – Kartu Kredit Polisi Mabes Kena Sikat
Kejahatan memang
tak pandang bulu, terlebih kejahatan di internet. Di dunia maya ini, Polisi
dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pun kebobolan
kartu kredit. Brigjen Pol Gorries Mere, yang saat ini menyandang jabatan
Direktur IV Narkoba Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, dikabarkan menjadi
korban kasus carding. Sampai berita ini diturunkan, Gorries Mere tidak berhasil
dihubungi untuk diminta konfirmasinya.
Ketika
dikonfirmasi ke Setiadi, Penyidik di Unit Cybercrime Mabes Polri, pihaknya
membenarkan hal itu. “Memang ada laporan kalau pak Gorries Mere menjadi korban
carding. Tapi saya belum lihat detil laporannya di e-mail saya,” kata Setiadi
kepada detikcom, Minggu (27/3/2005).
Menurut
Setiadi, kejadiaannya berlangsung melalui warung internet di Semarang, Jawa
Tengah. Dan kasus ini sudah ditangani oleh Poltabes Semarang. Tapi dia tidak
menceritakan lebih lengkap, dengan alasan untuk melindungi informasi yang akan
digunakan dalam penyidikan. Selain itu, Setiadi mengaku bahwa pihaknya masih
harus mengonfirmasikan hal tersebut dengan penyidik dari Poltabes Semarang.
Keterangan dari sumber yang dekat dengan Mabes Polri mengatakan, kartu kredit
Gorries Mere diperkirakan telah digunakan sebanyak Rp 10 juta.
Kejahatan carding bermodus memanfaatkan kartu kredit orang lain untuk
berbelanja di internet. Korbannya memang bisa siapa saja, selama memiliki dan
menggunakan kartu kredit. Apa yang dialami Gorries Mere membuktikan bahwa
seorang aparat keamanan sekali pun, tidak bisa berkelit dari hal ini. Selama
ini, kejahatan carding memang telah merajalela di Indonesia. Hal ini malah
mengantar Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus carding terbanyak di
dunia.
Tidak hanya sampai
disitu, perusahaan pembayaran online internasional, Paypal, bahkan tidak
menerima segala macam kartu kredit asal Indonesia untuk bertransaksi di
internet. Meski kondisinya sudah sedemikian parah, tidak ada kasus carding yang
berhasil diseret ke pengadilan. Tidak hanya itu, undang-undang untuk menindak
hal ini pun tak kunjung diresmikan. Rancangan Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE), sudah berumur empat tahun dari sejak dirumuskan.
Namun begitu, nasibnya masih belum jelas. Kondisi ini disesalkan banyak pihak
karena diyakini akan menghalangi langkah Indonesia untuk masuk ke percaturan
e-commerce dunia. (nks)
Kasus 2 :
Data di
Mabes Polri, dari sekitar 200 kasus cyber crime yang ditangani hampir 90 persen
didominasi carding dengan sasaran luar negeri. Aktivitas internet memang lintas
negara. Yang paling sering jadi sasaran adalah Amerika Serikat, Australia,
Kanada dan lainnya. Pelakunya berasal dari kota-kota besar seperti Yogyakarta,
Bandung, Jakarta, Semarang, Medan serta Riau. Motif utama adalah ekonomi.
Kasus pembobolan
kartu kredir, Rizky Martin, 27, alias Steve Rass, 28, dan Texanto alias Doni
Michael melakukan transaksi pembelian barang atas nama Tim Tamsin Invex Corp,
perusahaan yang berlokasi di AS melalui internet. Keduanya menjebol kartu
kredit melalui internet banking sebesar Rp350 juta. Dua pelaku ditangkap aparat
Cyber Crime Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2008 di sebuah warnet di kawasan
Lenteng Agung, Jaksel. Awal Mei 2008 lalu, Mabes Polri menangkap hacker bernama
Iqra Syafaat, 24, di satu warnet di Batam, Riau, setelah melacak IP addressnya
dengan nick name Nogra alias Iqra. Pemuda tamatan SMA tersebut dinilai polisi
hanya mengandalkan scripts modifikasi gratisan hacking untuk melakukan aksinya
dan cukup dikenal di kalangan hacker.
Dia pernah
menjebol data sebuah website lalu menjualnya ke perusahaan asing senilai Rp600
ribu dolar atau sekitar Rp6 miliar Dalam pengakuannya, hacker lokal ini sudah
pernah menjebol 1.257 situs jaringan yang umumnya milik luar negeri. Bahkan
situs Presiden SBY pernah akan diganggu, tapi dia mengurungkan niatnya. Kasus
lain yang pernah diungkap polisi pada tahun 2004 ialah saat situs milik KPU
(Komisi Pemilihan Umum) yang juga diganggu hacker. Tampilan lambang 24 partai
diganti dengan nama ‘partai jambu’, ‘partai cucak rowo’ dan lainnya. Pelakunya,
diketahui kemudian, bernama Dani Firmansyah,24, mahasiswa asal Bandung yang
kemudian ditangkap Polda Metro Jaya. Motivasi pelaku, konon, hanya ingin
menjajal sistem pengamanan di situs milik KPU yang dibeli pemerintah seharga Rp
200 miliar itu. Dan ternyata berhasil.
Cara
Penanggulangan Kejahatan Carding
Meskipun
dalam knyataanya untuk penanggulangan carding sangat sulit diatasi tidak
sebagaimana kasus-kasus biasa secara konvensional tetapi untuk penanggulanganya
harus tetap di lakukan. Hal ini di maksudkan agar ruang gerak pelaku carding
dapat dipersempit. Berikut adalah beberapa metode yang biasa digunakan pelaku
carding :
1.
Extrapolasi
Seperti
yang diketahui, 16 digit nomor kartu kredit memiliki pola algoritma tertentu.
Extrapolasi dilakukan pada sebuah kartu kredit yang biasa disebut sebagai kartu
master, sehingga dapat diperoleh nomor kartu kredit lain yang nantinya
digunakan untuk bertransaksi. Namun, metode ini bisa dibilang sudah
kadaluwarsa, dikarenakan berkembangnya piranti pengaman dewasa ini.
2.
Hacking
Pembajakan
metode ini dilakukan dengan membobol sebuah website toko yang memiliki sistem
pengaman yang lemah. Seorang hacker akan meng-hack suatu website toko, untuk
kemudian mengambil data pelanggannya. Carding dengan metode ini selain
merugikan pengguna kartu kredit, juga akan merugikan toko tersebut karena
image-nya akan rusak, sehingga pelanggan akan memilih berbelanja di tempat lain
yang lebih aman.
3.
Sniffer
Metode
ini dilakukan dengan mengendus dan merekam transaksi yang dilakukan oleh
seorang pengguna kartu kredit dengan menggunakan software. Hal ini bisa
dilakukan hanya dalam satu jaringan yang sama, seperti di warnet atau hotspot
area. Pelaku menggunakan software sniffer untuk menyadap transaksi yang
dilakukan seseorang yang berada di satu jaringan yang sama, sehingga pelaku
akan memperoleh semua data yang diperlukan untuk selanjutnya melakukan carding.
Pencegahan metode ini adalah website e-commerce akan menerapkan sistem SSL
(Secure Socket Layer) yang berfungsi mengkodekan database dari pelanggan.
4.
Phising
Pelaku
carding akan mengirim email secara acak dan massal atas nama suatu instansi
seperti bank, toko, atau penyedia layanan jasa, yang berisikan pemberitahuan
dan ajakan untuk login ke situs instansi tersebut. Namun situs yang
diberitahukan bukanlah situs asli, melainkan situs yang dibuat sangat mirip
dengan situs aslinya. Selanjutnya korban biasa diminta mengisi database di
situs tersebut. Metode ini adalah metode paling berbahaya, karena sang pembajak
dapat mendapatkan informasi lengkap dari si pengguna kartu kredit itu sendiri.
Informasi yang didapat tidak hanya nama pengguna dan nomor kartu kreditnya,
namun juga tanggal lahir, nomor identitas, tanggal kadaluwarsa kartu kredit,
bahkan tinggi dan berat badan jika si pelaku carding menginginkannya.
Pencegahan
yang dapat dilakukan terhadap carding.
1.
Pencegahan dengan hukum
Hukum
cyber sangat identik dengan dunia maya, yaitu sesuatu yang tidak terlihat dan
semu. Hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum terkait dengan
pembuktian dan penegakan hukum atas kejahatan dunia maya. Selain itu obyek
hukum siber adalah data elektronik yang sangat rentan untuk diubah,
disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan
detik. Oleh karena itu, kegiatan siber meskipun bersifat virtual dan maya dapat
dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata.
Secara
yuridis untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan
sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional untuk dapat dijadikan
objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak
kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Karena kegiatan ini
berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan
demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah
melakukan perbuatan hukum secara nyata.
2.
Pencegahan dengan teknologi
Handphone
dapat dikatakan merupakan keamanan yang privacy bagi penggunanya. SMS bisa
dijadikan sebagai otentikasi untuk mencegah para carding menggunakan kartu
kredit ilegal. Untuk itu diperlukan suatu proses yang dapat memberikan
pembuktian bahwa dengan cara otentikasi melalui SMS maka kejahatan carding
dapat ditekan sekecil mungkin. Otentikasi sms dilakukan dengan menggunakan
tanda tangan digital dan sertifikat.
3.
Pencegahan dengan pengamanan web security.
Penggunaan
sistem keamanan web sebaiknya menggunakan keamanan SSL. Untuk data yang
disimpan kedalam database sebaiknya menggunakan enkripsi dengan metode
algoritma modern, sehingga cryptoanalysis tidak bisa mendekripsikanya.
4.
Pengamanan pribadi
Pengamanan
pribadi adalah pengamanan dari sisi pemakai kartu kredit. Pengamanan pribadi
antara lain secara on-ine dan off-line:
Pengaman
pribadi secara off-line:
a.
Anda harus memastikan kartu kredit yang anda miliki tersimpan pada tempat yang
aman.
b.
Jika kehilangan kartu kredit dan kartu identitas kita, segeralah lapor ke pihak
berwajib dan dan pihak bank serta segera lakukan pemblokiran pada saat itu
juga.
c.
Jangan tunggu waktu hingga anda kebobolan karena digunakan oleh orang lain (
baik untuk belanja secara fisik maupun secara online ).
d.
Pastikan jika Anda melakukan fotocopy kartu kredit dan kartu identitas tidak
sampai digandakan oleh petugas layanan ( yang minta copy kartu kredit anda )
atau pegawai foto copy serta tidak di catat CCV-nya. Tutup 3 digit angka
terakhir CVV dengan kertas putih sebelum kartu kredit kita di foto copy. Hal
ini untuk menghindari penyalahgunaan kartu kredit kita oleh pihak lain dengan
tidak semestinya. Perlakukan pengamanan CVV anda sama dengan pengamanan PIN
atau Password anda.
e.
Jangan asal atau sembarang menyuruh orang lain untuk memfoto copy kartu kredit
dan kartu identitas.
f.
Waspadalah pada tempat kita berbelanja, pastikan pada tempat belanja / tempat
shopping / counter / gerai / hotel, dll yang benar – benar jelas
kredibilitas-nya.
Pengaman
pribadi secara on-line:
a.
Belanja di tempat ( websites online shopping ) yang aman, jangan asal belanja
tapi tidak jelas pengelolanya atau mungkin anda baru pertama mengenalnya
sehingga kredibilitasnya masih meragukan.
b.
Pastikan pengelola Websites Transaksi Online mengunakan SSL ( Secure Sockets
Layer ) yang ditandai dengan HTTPS pada Web Login Transaksi online yang anda
gunakan untuk berbelanja.
c.
Jangan sembarangan menyimpan File Scan kartu kredit Anda sembarangan, termasuk
menyimpannya di flashdisk dan dalam email anda.
Dampak
Kerugian
1. Kehilangan uang secara misterius
2. Pemerasan dan Pengurasan Kartu kredit oleh Carder
3. Keresahan orang dalam penggunaan kartu kredit
4. Hilangnya rasa
kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan dinegara ini
sumber :
https://nathangustiryan.wordpress.com/2010/03/23/waspadai-kejahatan-carding-di-indonesia/https://nathangustiryan.wordpress.com/2010/03/23/waspadai-kejahatan-carding-di-indonesia/
https://restidaryanti.wordpress.com/2013/04/30/modus-kejahatan-carding/ http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50fed8ebcbd7d/langkah-langkah-agar-terhindar-kejahatan-carding
http://goresan-kecil-chara.blogspot.com/2013/07/kejahatan-carding-apa-itu-carding.html
0 comments:
Post a Comment